21 April, 2010

Kurs Dolar dan Perdagangan Dunia


Oleh:
Iwan Jaya Azis (1997)
Sekelompok ilmuwan yang mendalami masalah proyeksi ekonomi berkumpul di gedung pusat PBB New York awal minggu ini. Proyeksi ekonomi tiap wilayah di dunia disampaikan, dan secara umum ada kesepakatan (disamping banyak ketidak-sepakatan) bahwa pertumbuhan ekonomi dunia akan sedikit lebih baik dalam dua tahun mendatang. Meskipun angka pasti yang disepakati semua pihak belum tercapai, namun semua setuju bahwa ekonomi dunia akan tumbuh di atas 3 persen baik tahun ini maupun tahun depan.

Perdebatan tentang kecenderungan perdagangan dunia tergolong paling menarik dalam pertemuan tersebut, paling tidak karena dua hal: fluktuasi yang begitu tajam dalam 5 tahun terkahir, dan perubahan nilai tukar (misalnya dolar AS terhadap Yen) yang sulit diprediksi dengan tepat.

Selalu Masih Bisa diperbaiki


Oleh:
Mohamad Sadli (2005)



Ada anomali yang agak mengganggu dan harus dicari penjelasannya. Di satu fihak keadaan ekonomi dan politik cukup baik dan stabil. Laju pertumbuhan PDB telah menyentuh 6% setahun dan laju inflasi masih di bawah 10% setahun. Tetapi di lain fihak banyak responden terhadap suatu survey merasakan tidak ada perbaikan nasibnya sesudah krisis 1998 dan dalam ingatannya keadaan sebelumnya lebih baik. Perubahan politik pun tidak dirasakan sebagai kemajuan. Tetapi, kalau ditanyakan apakah lebih baik kembali ke zaman Orde Baru, maka pasti pilihan demikian ditolak.

06 April, 2010

Jalan Macet Tanda Ekonomi Makin Maju? Kebingungan Pada Statistik Ekonomi


Oleh:
Aris Ananta (2009)




“Wah, sekarang sudah ramai ya, sepeda motor dan mobil kini berseliweran di desa ini” kata seseorang yang sudah lama tidak pulang ke kampung halamannya kepada teman lamanya di kampung itu. Temannya lalu mengiyakan, dan bersyukur bahwa kampungnya kini sudah maju. Bahkan, kadang-kadang jalanan macet.

Di mana-mana di Indonesia, kepadatan lalu lintas juga meningkat. Kata orang, ini pertanda kemajuan perekonomian. Di kota besar seperti Jakarta, kemacetan menjadi bahasa setiap saat.  Kita  pun sering mengeluhkan kemacetan ini. Padahal, menurut “ilmu” tadi, kemacetan ini pertanda makin banyaknya kendaraan bermotor di Indonesia. Dan makin banyaknya kendaraan bermotor adalah pertanda makin majunya perekonomian. Maka, kalau suatu ketika kita terjebak dalam kemacetan yang parah di Jakarta, daripada marah marah menghabiskan tenaga, kita ucapkan syukur saja bahwa ekonomi Jakarta ternyata telah tumbuh dengan pesat.

Saya memang bergurau, macet  kok pertanda kemajuan ekonomi. Tetapi, nanti dulu.  Ternyata ada beberapa teman yang memang berpikiran demikian, walaupun tidak terang-terangan mengatakan “macet itu pertanda perbaikan ekonomi”.

Wawancara dengan Thee Kian Wie: "Jika IMF Menolak, Perekonomian Indonesia Akan Mati"


Oleh:
Iwan Setiawan dari TEMPO Interaktif (1999)
 



Konsepnya dinamakan IMF Plus. Itulah cara pemerintah untuk mengatasi krisis sebagaimana diutarakan Pak Harto dalam pidato pertanggungjawabannya di depan MPR, 1 Maret lalu. Tak jelas apa arti "plus" di sini. Ada yang menduga plus CBS, ada pula CBS total. Belum lagi pernyataan itu berumur sepekan, ketika orang masih bertanya-tanya, apa konsep "plus" pemerintah itu, Pak Harto mengeluarkan pernyataan mengejutkan. Yakni, kesepakatan pemerintah dengan IMF itu akan membawa Indonesia pada liberalisme.

Banyak kalangan makin bingung menanggapi pernyataan itu. Apalagi menurut Pak Harto, kesepakatan IMF itu tidak sesuai dengan semangat UUD 45, khususnya pasal 33. Benarkah demikian? Ekonom dan peneliti senior dari LIPI, Dr. Thee Kian Wie, 62 tahun, punya pendapat menarik menanggapi pernyataan Pak Harto itu. Kepada Iwan Setiawan dari TEMPO Interaktif, ia bertutur,"...saya tidak mengerti bagian mana dari 50 butir kesepakatan IMF itu yang tidak sesuai dengan UUD 45, apalagi melanggar konstitusi." Tambahnya,"Sebaliknya malah kesepakatan itu sangat sesuai dengan UUD 45, terlebih mengenai penghapusan monopoli dan oligopoli."

Berikut petikan wawancara dengan ekonom yang mendalami sejarah pembangunan ekonomi Indonesia itu, Rabu, 11 Maret 1999, di ruang kerjanya yang sederhana, lantai 5 gedung LIPI, kawasan Gatot Soebroto, Jakarta.

05 April, 2010

Sekitar Masalah Pemborosan 30%

Oleh :
Soemitro Djojohadikusumo (1994)


Ulasan ini dimaksud untuk menjernihkan suasana pembahasan tentang permasalahan yang kini seakan-akan menjadi heboh, dan mengembalikannya dalam konteks dan proporsi yang sewajarnya. Baru sekarang saya sempatkan melakukannya oleh karena setiba saya kembali di Jakarta tanggal 24 Nopember 1993 dari kongres ISEI di Surabaya (21-23 Nopember 1993), pada hari itu juga saya jatuh sakit sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit selama beberapa waktu.

Masalah pemborosan sumber daya dan dana dalam pembangunan ekonomi dibicarakan dengan santai dan diluar acara Kongres antara beberapa rekan peserta, diantaranya Prof. Emil Salim, Prof. Saleh Afif, Prof. M. Arsyad Anwar dan saya sendiri dengan beberapa rekan lainnya. Kesempatannya ialah sambil kami makan siang di salah satu pojok ruang tempat sidang. Nampaknya pembicaraan tersebut juga dikelilingi dan ikut didengarkan oleh beberapa wartawan. Hal ini kelak kemudian telah membawa dampak ramifikasi yang agak luas di sementara kalangan masyarakat.