22 April, 2010

CGI dan Dilema Utang Luar Negeri


Oleh:
Sri Mulyani Indrawati (1999)
Minggu-minggu terakhir kembali kita diributkan dengan pembahasan mengenai masalah sidang CGI yang akan dilaksanakan pada minggu ini di Paris Perancis. Setiap tahun debat masalah utang luar negeri selalu muncul pada saat menjelang sidang CGI yang pada dasarnya dikaitkan dengan perhatian dan terutama keberatan masyarakat yang diwakili oleh LSM terhadap kebijakan utang luar negeri yang tidak pernah absen selama Orde Baru berlangsung dan terus berlanjut hingga pemerintah transisi ini. Tulisan ini mencoba mengupas masalah utang luar negeri terutama dikaitkan dengan dilema kehadiran dan fungsinya ditengah perekonomian Indonesia yang telah dua tahun terlanda krisis.

Gejolak Kurs dan Kondisi Fundamental Ekonomi


Oleh:
Iwan Jaya Azis (1998)

Sudah banyak sekali analisis tentang gejolak kurs di Asia Tenggara. Walaupun tidak semua, namun saya mendapat kesan bahwa sebagian besar analisis tersebut tidak memperjelas proses yang terjadi, bersifat spekulatif, dan bahkan ada yang mengkaitkannya dengan perlunya pembenahan sektor riil.Namun, bagi saya yang paling meleset adalah analisis yang menyimpulkan bahwa "peristiwa gejolak kurs baru baru ini membuktikan bahwa kondisi fundamental ekonomi tidak lagi menjadi faktor penting." Ini nonsense!

Lalu ada juga yang mengkaitkan gejolak kurs dengan kecanggihan teknologi dipasar uang dan modal, dimana pembelian suatu mata uang dapat dilakukan lebih cepat dibandingkan dengan situasi beberapa tahun lalu. Sebenarnya, dari dulu sampai sekarang tidak ada perbedaan. Teknologi mempercepat pembelian matauang antar-negara tidak banyak berubah dalam 10 tahun terakhir. Dulu sudah mudah, sekarang juga mudah. Jadi, bukan itu persoalannya.

Sistim Devisa Bebas dipersoalkan Lagi


Oleh:
Mohamad Sadli (1998)
Setelah Malaysia menerapkan pengekangan (controls) pada sistim lalu lintas devisanya maka debat di Jakarta mulai lagi, apakah Indonesia juga tidak perlu mengadakan controls atau pengendalian pada lalu lintas devisanya? Pada umumnya, pemerintah dan para ekonom profesional berhati-hati dalam sikapnya, dan tidak menganjurkan controls pada waktu ini. Sikap pemerintah dan Bank Indonesia lebih pasti: tidak memikirkan mengubah sistim yang berlaku.

Wawancara dengan Theo F. Toemion: Profesi Idaman Karena Keasyikan Main Uang


Oleh:
G. Sujayanto/A. Heru Kustara/Mayong S. Laksono dari BelajarForexPro (1998)



Rupiah terpuruk, perekonomian gonjang-ganjing, dan negara di ambang kebangkrutan. Ekonom bersuara, tak ketinggalan pula para anggota DPR. Pengamat baru bermunculan. Makin bingunglah orang. Uraian siapakah yang jadi pegangan? "Tak ada yang bisa memberikan gambaran soal pasar uang dengan lebih jelas selain para pemain Forex (Valas)," kata Theo Francisco Toemion (42), pengamat pasar uang sekaligus pemain Forex (Valas), meski kini lebih banyak membagi pengetahuan soal dunia yang telah belasan tahun ditekuninya itu kepada orang lain.

Ada perbedaan antara pandangan para pakar dengan Theo F. Thoemion sehubungan dengan krisis ekonomi yang memburuk sejak kuartal terakhir tahun lalu. Pihak pertama lebih melihat krisis berpangkal pada lemahnya sistem perbankan, kebocoran anggaran, buruknya pengawasan, monopoli, kolusi, korupsi, nepotisme, dan ekonomi biaya tinggi. Sedangkan Theo lebih melihat ulah spekulan di pasar uang sebagai sebab paling dominan. Sisi-sisi negatif penyebab keroposnya fondasi ekonomi itulah yang menyebabkan krisis tak segera bisa diatasi. Kalau Korea, Thailand, Filipina, Singapura, dan Malaysia bisa pulih dalam hitungan bulan, negara kita jauh lebih lama.

Konglomerat dan Ekspor Indonesia


Oleh:
Sri Mulyani Indrawati (2000)



Presiden Gus Dur kembali meramaikan wacana (menurut Jaksa Agung) nasional dengan menyatakan bahwa akan dilakukan penundaan proses hukum kepada tiga konglomerat yaitu Shinivasan, Sjamsul Nursalim, dan Prajogo Pangestu dengan alasan tidak ingin mengganggu ekspor Indonesia. Begitu banyak komentar berhamburan mengenai pernyataan tersebut, dari mulai tuduhan terjadinya intervensi hukum, kemungkinan mobilisasi dana untuk melanggengkan kekuasaan, hingga kecurigaan terciptanya kroni baru. Sebaliknya pernyataan dan klarifikasi dari para pembantu dan juru bicara Presiden adalah bahwa apa yang dinyatakan baru sekedar wacana. Kita coba menyimak dan mengembangkan wacana tersebut terutama dari aspek pertimbangan ekspor.